Ilmiah Informatif dan Terpercaya

Senin, 20 Juni 2011

Seputar Ekonomi

Runtuhnya Dominasi Amerika Serikat dalam perekonomian dunia

Era kejayaan dominasi Amerika Serikat di kancah perekonomian dunia perlahan mulai melorot dan mungkin berakhir layaknya era American Gothic. "Kini telah hadir penguasa dunia yang baru, China," ujar sejarawan ekonomi, Niall Ferguson, seperti dikutip VIVAnews.com dari laman cnbc.com, Jumat, 13 Mei 2011. Keruntuhan dominasi ekonomi AS akibat empat faktor utama, yang beberapa di antaranya akibat krisis keuangan dan lainnya digerakkan akibat persoalan geopolitik, mendekatkan AS pada era kedigdayaannya.
"Cerita besar sepanjang hidup yang akan segera disaksikan adalah saat dominasi negara Barat di dunia akan segera memasuki masa terakhirnya," ujar dia. Hal itu terjadi karena negara-negara yang sedang tumbuh memperoleh dampak dari revolusi industri seperti pernah dialami AS. Periode ini diperkirakan terus berlanjut sampai China benar-benar menjadi ekonomi terbesar di dunia. Bagi Ferguson, seorang profesor di bidang ekonomi dan sejarah Harvard, perekonomian AS yang akan memasuki masa suram merupakan sesuatu yang betul-betul baru bagi negara ini. Berbagai pihak, termasuk Ferguson, sebetulnya pernah mengkritisi utang AS dan pengeluaran royal yang telah membawa negara Adikuasa ini pada defisit anggaran mendekati US$1,5 triliun. Ekonom AS juga sudah sejak lama memperkirakan bahwa China akan mengambil alih peran AS di dunia. Namun, dalam ruangan yang penuh dengan para hedge fund, peringatan tersebut dianggap terlalu berlebihan, apalagi sejumlah industri baru saja pulih dari krisis keuangan.
Empat faktor yang dianggap menjadi faktor runtuhnya hegemoni AS adalah langkah pemerintah yang mengeluarkan hampir US$1 triliun sebagai dana stimulus. Kebijakan itu suatu saat akan menimbulkan pertanyaan bagi berbagai kalangan. "Gap fiskal yang sangat lebar ini sulit untuk diperbaiki," kata Ferguson seraya menunjuk negara-negara seperti Yunani, Irlandia, dan Portugal yang mengalami kondisi serupa. Faktor kedua adalah kebijakan moneter yang berlebihan oleh bank sentral AS, The Federal Reserves, akan membuat pemerintah harus mencetak uang hingga US$3triliun. Gelombang berikutnya adalah masalah kenaikan harga komoditas yang kini terus berlanjut sejak intervensi The Fed dan perlahan mulai menarik kebijakannya tersebut.
"Ini bukan hanya membuat orang-orang di Barat gusar dan berhenti percaya ketika Fed mengatakan bahwa inflasi yang rendah," kata Ferguson. "Kondisi ini juga membuat harga yang tinggi menciptakan geopolitik yang tidak stabil. " Dia mengingatkan, China tidaklah sama dengan Uni Soviet, yang berarti negara itu tidak memiliki sistem ekonomi yang tersentralisasi yang dikhawatirkan akan membawa republik komunis.
Di antara segala hal itu, hambatan pemerintah AS untuk mempertahankan dominasinya di dunia sangat sulit untuk diharapkan. "Krisis fiskal di AS tidak akan ke mana-mana. Kondisi ini akan segera datang," ujar Ferguson. Dia menambahkan, keputusan penting dunia tidak hanya dalam empat tahun ke depan, melainkan 20 tahun mendatang dipastikan akan muncul dari sebuah lokasi di Asia, bukan AS. (art)


Ekonomi Indonesia Didominasi Asing

JAKARTA, KOMPAS.com - Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.
Dominasi asing semakin kuat pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka.
Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.
Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.
Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.
Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.
Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.
Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.
Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025.


Hal 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar